Selasa, 07 April 2015

RAMALAN JAYABAYA dan versi hindu


Terjemahan bebas Ramalan Jayabaya Musarar.

Asmarandana :

Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.
Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya memberi petuah padamu menge.nai Kitab Musarar.
Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata.
Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengarn endangnya.
Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata kerisnya.
Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya.
Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.
Sinom :

Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang Jaman Catur semune segara asat.
Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya. Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman lagi yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang rahasia.
Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu bahwa akan ada jaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah.
Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti jaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar.
Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.
Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.
Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. Jaman sudah berganti meskipun masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah.
Keterangan :
Lung Gadung Rara Nglikasi : Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita (Soekarno). Gajah Meta Semune Tengu Lelaki : Raja yang disegani/ditakuti, namun nista (Soeharto).
Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.
Keterangan :
- Bupati berdiri sendiri-sendiri : Otonomi Daerah.
- Jaman Kutila : Reformasi
- Raja Kara Murka : Raja-raja yang saling balas dendam.
- Panji Loro semune Pajang Mataram : Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan (Gus Dur – Megawati ).
Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar.
Keterangan :
- Nakhoda : Orang asing.
- Sarjana : Orang arif dan bijak.
- Rara Ngangsu, Randa Loro Nututi Pijer Atetukar : Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya (Megawati).
Tidak berkesempatan menghias diri, sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
Keterangan :
Tan Kober Apepaes Tan Tinolih Sinjang Kemben : Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan (SBY/Kalla).
Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.
Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
Keterangan :
- Tunjung Putih semune Pudak Kesungsang : Raja berhati putih namun masih tersembunyi (Satriya Piningit).
- Lahir di bumi Mekah : Orang Islam yang sangat bertauhid.
Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
Keterangan :
- Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa : Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa).
Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
Dandanggula :

Benar-benar raharja waktu itu tidak ada yang menghalang-halangi. Rakyat yang dikenakan pajak seribu dikurangi oleh sang Prabu tinggal seratus dinar. Dihitung 1.800 rajanya musnah.
Hilang rusak bersama kedatonnya. Pulau Jawapun rusak peraturan tidak karu-karuan. Para pegawai serta luar negeri tidak akur. Kemudian Tuhan menobatkan Sang Ratu Asmarakingkin tampan dan masih muda.
Kembalilah kewibawaan raja. Pasukan setia semuanya. Suka diperintah. Kedatonnya di Kediri yang satu dan lainnya di negeri Arab. Kerta raharja keadaan negaranya. Waktu itu dihitung telah 1.900 dan negara itupun pecah.
Sudah menjadi kehendak Tuhan. Datanglah raja Prenggi dengan pasukannya. Kekuatannya luar biasa sehingga raja kalah. Tanah Jawa tunduk dan raja Prenggi menjadi raja di tanah Jawa. Sangat kejam tindakannya.
Waktu raja Rum dihadap oleh mantri bupati berkata kepada patihnya: “Heh patih, saya mendengar bahwa tanah Jawa rajanya musnah kalah perang dengan raja Prenggi, tidak ada yang dapat menghalangi.
Maka dari itu Patih berangkatlah dengan pasukan secukupnya. Usirlah raja Prenggi. Kalau tidak dapat jangan kamu kembali. Kemudian ki Patih berangkat bersama pasukan Rum datang di tanah Jawa mengusir raja Prenggi yang musnah dengan seluruh bala tentaranya. seorang oleh ki Ajar. Terhitung tahun 1770. Mulai perang tidak
Rakyat kecil gembira hatinya. Tidak ada yang sengsara. Murah segalanya. Yang ditanam subur. Jaman itu dinamakan: gandrung-gandrung neng lurung andulu gelung kekendon lukar kawratan, keris parung dolen tukokna campur bawur mring pasar.
Sudah 2.000 tahun. Angkasa sepi tidak terlihat apapun juga. Sudah hampir tiba waktunya kiamat. Jarang hujan, angin topan yang kerap kali datang. Bagaikan menimpa bumi dari selatan timur datangnya menghancurkan gunung-gunung.


RAMALAN JAYABAYA versi hindu
PRABU JAYABAYA
Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendenag, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam. Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang.
Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang kedua kalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :

I. Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.

II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma (nitis).

III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga jaman tersebut masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :

I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.

Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).

Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.

Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.

Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.

Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dsb.

Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.

II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :
Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.

Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.

Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.

Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.

Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri lain.

Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.

Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.

III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :
Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.

Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.

Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.

Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokkan.

Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.

Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan hebat.

Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.

Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya. Sang Anjar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :

Kunir (kunyit) satu akar

Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)

Geti (biji wijen bergula) satu takir

Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)

Bawang putih satu takir

Kembang melati satu takir

Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir

Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.

Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku".

Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan, Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".

Adapun keterangan tentang 7 (tujuh) kraton itu sbb:

Jaman Anderpati dalam jaman Kalawisesa, ibukotanya Pajajaran, tanpa adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan si Ajar berupa kunyit. Lenyapnya kerajaan karena pertengkaran di antara saudara. Yang kuat menjadi-jadi kesukaanya akan perang dalam tahun rusaknya negara.

Jaman Srikala Rajapati Dewaraja, ibukotanya Majapahit, ada peraturan negara sementara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa perak. Itulah diperlambangkan suguhan Ajar berupa juadah. Dalam 100 th. Kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putera sendiri.

Jaman Hadiyati dalam jaman Kalawisaya. Disanalah mulai ada hukum keadilan dan peraturan negara, ibukota kerajaan di Bintara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan berupa geti. Kraton sirna karena bertentangan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.

Jaman Kalajangga, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara, ibukotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil bumi di desa. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar berupa kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera angkat.

Jaman Kala-sakti yang bertakhta raja bintara, ibukotanya Mataram. Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan negara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah yang dilambangkan dalam suguhan Ajar berupa bawang putih.

Jaman Kala-jaya dalam pemerintahan raja yang angkara murka, semua orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan, ibukotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang real. Itulah lambang suguhan yang berupa kembang melati. Kedudukan raja diganti oleh sesama saudara karena terjadi kutuk. Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat tinggal di jalanan, ada yang di pasar. Sirnanya Karaton karena bertengkar dengan bangsa asing.

. Jaman Kala-bedu di jaman raja hartati, artinya yang menjadi tujuan manusia hanya harta, terjadilah Karaton kembali di Pajang-Mataram. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa macam-macam, ada yang berupa emas-perak, beras, padi dsb. Itulah yang dilambangkan Ajar dengan suguhannya yang berupa bunga serunai. Makin lama makin tinggi pajak orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab negara bertambah rusak, kacau, sebab pembesar-pembesarnya bertabiat buruk, orang kecil tidak menghormat. Rajanya tanpa paramarta, karena tidak ada lagi wahyunya, banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah.

Perempuan hilang malunya, tiada rindu pada sanak saudara, tak ada berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai kebijaksanaannya terbelakang, kejahatan menjadi-jadi, orang-orang yang berani kurangajar tetap menonjol, tak kena dilarang, banyak maling menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu, gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah mangsa, perang rusuh, tak ketentuan musuhnya.

Itulah semua perlambang si Ajar yang mengandung berbagai maksud yang dirahasiakan dengan endangnya ditemukan dengan Prabu Jayabaya. Saat itu sudah dekat dengan akhir jaman Kalabendu. Sirnanya raja karena bertentangan dengan saingannya (maru=madu). Lalu datanglah jaman kemuliaan raja.

Di saat inilah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia, karena datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena sangat hina dan miskin, berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksanalah sang raja. Kratonnya Sunyaruri, artinya sepi tanpa sesuatu sarana tidak ada sesuatu halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan membikin kebalikan keadaan, ia menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut Sultan Herucakra.

Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuritnya hanya Sirullah, keagungannya berzikir, namun musuhnya takut. Yang memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan negara dan keselamatan dunia seluruhnya.

Setahun bukannya dibatasi hanya 7.000 real tak boleh lebih. Bumi satu jung (ukuran lebar. kl. 4 bahu) pajaknya setahun hanya satu dinar, sawah seribu (jung?) hasilnya (pajaknya) hanya satu uwang sehari, bebas tidak ada kewajiban yang lain. Oleh karena semuanya sudah tobat, takut kena kutuk (kuwalat) ratu adil yang berkerajaan di bumi Pethikat dengan kali Katangga, di dalam hutan Punhak. Kecepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna, karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.

Lalu ada Ratu (raja) Asmarakingkin, sangat cantik rupanya, menjadi buah tutur pujian wadya punggawa, beribukota di Kediri. Keturunan ketiganya pindah ke tanah Madura. Tak lama kemudian Raja sirna karena bertentangan dengan kekasihnya.

Lalu ada 3 orang raja disatu jaman, yaitu :

Ber-ibukota di bumi Kapanasan

Ber-ibukota di bumi Gegelang

Ber-ibukota di bumi Tembalang. Sesudah 30 th. mereka saling bertengkar, akhirnya ketiganya sirna semua. Pada waktu itu tidak ada raja, para bupati di Mancapraja berdiri sendiri-sendiri, karena tidak ada yang dianggap (disegani).

Beberapa tahun kemudian ada seorang raja yang berasal dari sabrang (lain negeri). Nusa Srenggi menjadi raja di Pulau Jawa ber-ibukotadi sebelah timur Gunung Indrakila, di kaki gunung candramuka. Beberapa tahun kemudian datang prajurit dari Rum memerangi raja dari Nusa Srenggi, raja dari Nusa Srenggi kalah, sirna dengan bala tentaranya. Para prajurit Rum mengangkat raja keturunan Herucakra, ber-ibukota di sebelah timur kali opak, negaranya menjadi lebih sejahtera, disebut Ngamartalaya. Sampai pada keturunanya yang ke tiga, sampailah umur Pulau jawa genap 210 matahari. Ramalan di atas disambung dengan "Lambang Praja" yang dengan kata-kata indah terbungkus melukiskan sifat keadaan kerajaan kerajaan di bawah ini

JANGGALA

PAJAJARAN

MAJAPAHIT

DEMAK

PAJANG

MATARAM KARTASURA

SURAKARTA

JOGJAKARTA.

Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi ialah :

Negara Ketangga Pethik tanah madiun

Negara Ketangga kajepit Karangboyo

Kediri

Bumi Kepanasan, Gegelang (Jipang), Tembilang (Dekat Tembayat)

Ngamartalaya

Perlu diterangkan bahwa tidak semua naskah Ramalan Jayabaya memuat "Lambang Praja". Maka hal ini banyak menimbulkan dugaan, bahwa ini sebuah tambahan belaka. Demikianlah pokok inti ramalan Jayabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar