Astadasaparwa
Astadasaparwa (Sansekerta अष्टदशपर्व)
adalah nama bagi 18 kitab Mahabharata, yang terdiri dari: Bagian-bagian Astadasaparwa
Adiparwa versi Jawa Kuna yang
diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Daerah Tingkat I provinsi Bali
Adiparwa
Kitab Adiparwa
merupakan kitab pertama dari seri Astadasaparwa yang menceritakan berbagai
kisah yang bernafaskan ajaran Hindu. Kisah kepahlawanannya dibumbui oleh ilmu sakti dan mitologi. Pada
bagian awal yang diceritakan adalah kisah Maharaja Janamejaya
yang menyelenggarakan upacara pengorbanan ular. Upacara yang
diselenggarakannya kemudian gagal. Untuk menghibur Sang Raja, Bagawan Wesampayana
menuturkan sebuah kisah tentang para leluhur Sang Raja, kemudian beralih kepada
cerita pemutaran Mandaragiri, kisah Sang Garuda dan para
Naga, kisah Bagawan Dhomya, kisah para Raja besar: Yayati, Bharata, Santanu. Selain
itu kitab Adiparwa juga menceritakan kisah kelahiran Rsi Byasa (penyusun
kitab Mahabharata),
kisah masa kecil Pandawa
dan Korawa,
kisah para Pandawa mendapatkan Dropadi sebagai istri mereka atas kemenangan Sang Arjuna, kisah
Arjuna yang mengasingkan diri ke hutan kemudian menikah dengan Chitrāngadā,
Ulupi, dan Subadra, serta
kisah lahirnya Abimanyu,
putera Arjuna dengan Subadra.
Sabhaparwa
Kitab Sabhaparwa
merupakan kitab kedua dari seri Astadasaparwa. Kitab Sabhaparwa menceritakan
kisah para Korawa
yang mencari akal untuk melenyapkan para Pandawa. Atas
siasat licik Sangkuni,
Duryodana
mengajak para Pandawa main dadu. Taruhannya adalah harta, istana, kerajaan,
prajurit, sampai diri mereka sendiri. Dalam permainan yang telah disetel dengan
sedemikian rupa tersebut, para Pandawa kalah. Dalam kisah tersebut juga
diceritakan bahwa Dropadi ingin ditelanjangi oleh Dursasana
karena menolak untuk menyerahkan pakaiannya. Atas bantuan Sri Kresna, Dropadi berhasil
diselamatkan. Pandawa yang sudah kalah wajib untuk menyerahkan segala hartanya,
namun berkat pengampunan dari Dretarastra,
para Pandawa mendapatkan kebebasannya kembali. Tetapi karena siasat Duryodana
yang licik, perjudian dilakukan sekali lagi. Kali ini taruhannya adalah siapa
yang kalah harus keluar dari kerajaannya dan mengasingkan diri ke hutan selama
12 tahun. Pada tahun yang ke-13, yang kalah harus hidup dalam penyamaran selama
1 tahun. Pada tahun yang ke-14, yang kalah berhak kembali ke kerajaannya. Dalam
pertandingan tersebut, para Pandawa kalah sehingga terpaksa mereka harus
meinggalkan kerajaannya.
Wanaparwa
Kitab Wanaparwa
merupakan kitab ketiga dari seri Astadasaparwa. Kitab Wanaparwa menceritakan
kisah pengalaman para Pandawa bersama Dropadi di
tengah hutan. Mereka bertemu dengan Rsi Byasa, seorang guru
rohani yang mengajarkan ajaran-ajaran Hindu kepada Pandawa
dan Dropadi, istri mereka. Atas saran Rsi Byasa, Arjuna bertapa di
gunung Himalaya
agar memperoleh senjata sakti yang kelak digunakan dalam Bharatayuddha.
Kisah Sang Arjuna yang sedang menjalani masa bertapa di gunung Himalaya menjadi inspirasi untuk menulis Kakawin Arjuna Wiwaha.
Wirataparwa
Kitab Wirataparwa
merupakan kitab keempat dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah
penyamaran para Pandawa
beserta Dropadi
di Kerajaan Wirata. Yudistira
menyamar sebagai seorang ahli agama, Bima menyamar sebagai juru masak, Arjuna menyamar
sebagai guru tari, Nakula
menyamar sebagai penjaga kuda, Sahadewa menyamar sebagai pengembala, dan Dropadi menyamar
sebagai penata rias.
Udyogaparwa
Kitab Udyogaparwa
merupakan kitab kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan sikap Duryodana
yang tidak mau mengembalikan kerajaan para Pandawa yang
telah selesai menjalani masa pengasingan, namun sebaliknya ia menantang mereka
untuk berperang. Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan duta perdamaian ke
pihak Korawa,
namun usaha mereka tidak membuahkan perdamaian. Sikap para Korawa membuat
perang tidak dapat dielakkan. Pandawa dan Korawa mempersiapkan kekuatannya
dengan mencari bala bantuan dan sekutu ke seluruh pelosok Bharatawarsha
(India Kuno). Sri Kresna
mengajukan tawaran kepada Pandawa dan Korawa, bahwa di antara mereka boleh
meminta satu pilihan: pasukannya atau tenaganya. Melihat tawaran tersebut,
Pandawa yang diwakili Arjuna menginginkan tenaga Sri Kresna sebagai kusir dan
penasihat sedangkan Korawa yang diwakili Duryodana memilih pasukan Sri Kresna.
Dalam kitab ini juga diceritakan kisah perjalanan Salya – “Sang Raja Madra”
– menuju markas Pandawa karena memihak mereka, namun di tengah jalan ia
disambut dengan baik oleh Duryodana sehingga Salya mengubah pikirannya dan
memihak Korawa karena merasa berhutang kepada Duryodana. Duryodana juga berniat
jahat terhadap Sri Kresna namun karena Sri Kresna bukan manusia biasa, maka
usahanya tidak berhasil.
Bhismaparwa
Bhagawad
Gita, sebuah bab dari kitab Bhismaparwa yang kemudian menjadi kitab
tersendiri. Isinya mengenai ajaran-ajaran Agama
Hindu yang disampaikan oleh perantara Kresna kepada Arjuna
Kitab Bhismaparwa
merupakan kitab keenam dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah
dimulainya pertempuran akbar antara pihak Pandawa dan Korawa di sebuah
daratan luas yang sangat suci dan keramat bernama Kurukshetra,
letaknya di sebelah utara negeri India. Setelah kedua belah pihak sepakat dengan aturan perang,
maka kedua belah pihak berkumpul dan memenuhi daratan Kurukshetra, siap untuk
berperang. Pihak Korawa dipimpin oleh Bhisma sedangkan
pihak Pandawa dipimpin oleh Drestadyumna. Sebelum pertempuran berlangsung, Arjuna dilanda
keraguan dan kebimbangan setelah ia melihat para saudara dan kerabatnya
berkumpul untuk saling membantai. Arjuna tidak tega untuk membunuh para Korawa,
yang masih merupakan saudara. Karena Arjuna dilanda oleh berbagai keraguan, Kresna yang
berperan sebagai kusir kereta Arjuna mencoba menyadarkannya dengan memberikan
wejangan-wejangan suci yang kemudian dikenal sebagai “Bhagawad
Gita”, atau “Nyanyian seorang rohaniwan”. Bhagawad Gita ini menjadi kitab
tersendiri yang merupakan intisari dari ajaran-ajaran Veda. Wejangan suci dari
Kresna membuat Arjuna bangkit, dan melangsungkan pertempuran. Akhirnya Bhisma
yang menjadi panglima perang Korawa, gugur pada hari kesepuluh dengan siasat
Arjuna yang menggandeng Srikandi.
Dronaparwa
Kitab Dronaparwa
merupakan kitab ketujuh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah
diangkatnya Bagawan Drona
sebagai panglima perang pasukan Korawa setelah Rsi Bhisma gugur di
tangan Arjuna.
Dalam kitab ini diceritakan bahwa Drona ingin menangkap Yudistira
hidup-hidup untuk membuat Duryodana senang. Usaha tersebut tidak berhasil karena
Arjuna selalu melindungi Yudistira. Pasukan yang dikirim oleh Duryodana untuk
membinasakan Arjuna selalu berhasil ditumpas oleh para ksatria Pandawa seperti Bima dan Satyaki. Dalam
kitab Dronaparwa juga diceritakan tentang siasat Sri Kresna yang
menyuruh agar Bima membunuh gajah bernama Aswatama. Setelah gajah tersebut
dibunuh, Bima berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona menanyakan kebenaran ucapan tersebut kepada
Yudistira, dan Yudistira berkata bahwa Aswatama mati. Mendengar hal tersebut,
Drona kehilangan semangat berperang sehingga meletakkan senjatanya. Melihat hal
itu, ia dipenggal oleh Drestadyumna. Setelah kematian Drona, Aswatama, putera Bagawan Drona, hendak membalas dendam. Dalam kitab Dronaparwa juga
diceritakan kisah gugurnya Abimanyu yang terperangkap dalam formasi Cakrawyuha serta gugurnya Gatotkaca dengan senjata sakti panah Konta.
Karnaparwa
Kitab Karnaparwa merupakan kitab kedelapan dari seri
Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah diangkatnya Karna sebagai panglima perang pasukan Korawa, menggantikan Bagawan Drona yang telah gugur. Setelah Abimanyu dan Gatotkaca gugur, Arjuna dan Bima mengamuk. Mereka banyak membantai
pasukan Korawa. dalam kitab ini diceritakan bahwa Bima
berhasil membunuh Dursasana dan merobek dadanya untuk meminum
darahnya. Salya,
Raja Madra, menjadi kusir kereta Karna. Kemudian terjadi
pertengkaran antara Salya dengan Karna. Dalam kitab ini diceritakan bahwa roda
kereta perang Karna terperosok ke dalam lubang. Karna turun dari kereta dan
mencoba untuk mengangkat roda keretanya. Dengan senjata panah pasupati, Arjuna berhasil
membunuh Karna yang sedang lengah.
Salyaparwa
Kitab Salyaparwa
merupakan kitab kesembilan dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan
kisah diangkatnya Salya
sebagai panglima perang pasukan Korawa, menggantikan Karna yang telah
gugur. Salya hanya memimpin selama setengah hari, karena pada hari itu juga
Salya gugur di tangan Yudistira. Dalam kitab ini diceritakan kisah Duryodana
yang ditinggal mati saudara dan sekutunya dan kini hanya ia sendirian sebagai Korawa yang
menyerang Pandawa.
Semenjak seluruh saudaranya gugur demi memihak dirinya, Duryodana menyesali
segala perbuatannya dan berencana untuk menhentikan peperangan. Ia pun bersedia
untuk menyerahkan kerajaannya kepada para Pandawa agar mampu meninggalkan dunia
fana dengan tenang. Sikap Duryodana tersebut menjadi ejekan bagi para Pandawa.
Karena tidak tahan, Duryodana tampil ke medan
laga dan melakukan perang tanding menggunakan gada melawan Bima. Dalam pertempuran tersebut, Kresna yang
mengetahui kelemahan Duryodana menyuruh Bima agar memukul paha Duryodana.
Setelah pahanya terpukul, Duryodana kalah. Namun sebelum ia meninggal, Aswatama yang
masih hidup diangkat menjadi panglima perang.
Sauptikaparwa
Kitab Sauptikaparwa
merupakan kitab kesepuluh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah
tiga ksatria dari pihak Korawa yang melakukan serangan membabi buta pada di malam
hari, saat tentara Pandawa sedang tertidur pulas. Ketiga ksatria tersebut adalah
Aswatama, Krepa, dan Kritawarma.
Aswatama yang didasari motif balas dendam membunuh seluruh pasukan Panchala
termasuk Drestadyumna, yang membunuh Drona, ayah
Aswatama. Selain itu Aswatama juga membunuh Srikandi serta
kelima putera Pandawa atau Pancawala. Aswatama kemudian menyesali perbuatannya lalu
pergi ke tengah hutan, berlindung di pertapaan Rsi Byasa. Para Pandawa
dan Kresna
menyusulnya. Kemudian di sana
terjadi pertarungan sengit antara Aswatama dengan Arjuna. Rsi Byasa dan Kresna
berhasil menyelesaikan pertengkaran tersebut. Kemudian Aswatama menyerahkan
seluruh senjata dan kesaktiannya. Ia sendiri mengundurkan diri demi menjadi
pertapa.
Striparwa
Kitab Striparwa
merupakan kitab kesebelas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah
ratap tangis para janda yang ditinggal suaminya di medan perang. Dikisahkan pula Dretarastra
yang sedih karena kehilangan putera-puteranya di medan perang, semuanya telah dibunuh oleh Pandawa. Yudistira
kemudian mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan
mempersembahkan air suci kepada arwah leluhur. Dalam kitab ini, Kunti menceritakan
asal-usul Karna
yang selama ini menjadi rahasia pribadinya.
Santiparwa
Kitab Santiparwa
merupakan kitab kedua belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan
kisah berkumpulnya Dretarastra, Gandari, Pandawa, dan Kresna di Kurukshetra.
Mereka sangat menyesali segala perbuatan yang telah terjadi dan hari itu adalah
hari tangisan. Yudistira menghadapi masalah batin karena ia
merasa berdosa telah membunuh guru dan saudara sendiri. Kemudian Bhisma yang masih terbujur di atas panah memberikan
wejangan kepada Yudistira. Beliau membeberkan ajaran-ajaran Agama Hindu secara panjang lebar kepadanya. Rsi
Byasa dan Kresna turut membujuknya. Mereka semua memberikan
nasihat tentang ajaran kepemimpinan dan kewajiban yang mesti ditunaikan oleh
Yudistira.
Anusasanaparwa
Kitab
Anusasanaparwa merupakan kitab ketiga belas dari
seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Yudistira yang menyerahkan diri bulat-bulat
kepada Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma menjelaskan
ajaran Agama
Hindu dengan
panjang lebar kepadanya, termasuk ajaran kepemimpinan, pemeintahan yang luhur,
pelajaran tentang menunaikan kewajiban, tentang mencari kebahagiaan, dan
sebagainya. Akhirnya, Bhisma yang sakti mangkat ke surga dengan tenang.
Aswamedhikaparwa
Kitab
Aswamedhikaparwa merupakan kitab keempat belas dari
seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah kelahiran Parikesit yang sebelumnya tewas dalam
kandungan karena senjata sakti milik Aswatama. Dengan pertolongan dari Kresna, Parikesit dapat dihidupkan kembali. Kemudian Yudistira melakukan upacara Aswamedha. Untuk menyelenggarakan upacara
tersebut, ia melepas seekor kuda. Kuda tersebut mengembara selama setahun dan
di belakangnya terdapat pasukan Pandawa yang dipimpin oleh Arjuna. Mereka mengikuti kuda tersebut kemanapun
pergi. Kerajaan-kerajaan yang dilalui oleh kuda tersebut harus mau tunduk di
bawah kuasa Yudistira jika tidak mau berperang. Sebagian mau tunduk sedangkan
yang membangkang harus maju bertarung dengan Arjuna karena menentang Yudistira.
Pada akhirnya, para Raja di daratan India mau mengakui Yudistira sebagai Maharaja Dunia.
Asramawasikaparwa
Kitab
Asramawasikaparwa merupakan kitab kelima belas dari
seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Dretarasta, Gandari, Kunti, Widura dan Sanjaya yang menyerahkan kerajaan
sepenuhnya kepada Raja Yudistira sedangkan mereka pergi bertapa ke
tengah hutan. Pandawa sempat mengunjungi pertapaan merekja di tengah hutan.
Akhirnya, Batara
Narada datang ke hadapan para Pandawa, dan mengatakan bahwa hutan tempat
Dretarastra, Gandari, Kunti bertapa terbakar oleh api suci mereka sendiri,
sehingga mereka wafat dan langsung menuju surga.
Mosalaparwa
Kitab Mosalaparwa
merupakan kitab keenam belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan
kisah binasanya bangsa Wresni karena kutukan seorang Brahmana.
Bangsa Wresni menghancurkan sesamanya dengan menggunakan senjata gada (mosala) setelah
lupa diri karena meminum arak yang menyebabkan mereka mabuk. Sehabis
pertempuran bangsa Wresni, Baladewa bermeditasi di tengah hutan kemudian mengeluarkan
ular suci dari mulutnya, setelah itu ia menghilang mencapai keabadian. Setelah Kresna ditinggal
Baladewa dan bangsa Wresni musnah semua, ia pergi ke tengah hutan untuk
bertapa. Di dalam hutan, seorang
pemburu melihat kaki Kresna bagaikan seekor rusa kemudian menembakkan anak
panah. Hal tersebut membuat Kresna mencapai keabadian dan meninggalkan dunia
fana. Arjuna sempat mengunjungi Dwarawati, dan ia mendapati
bahwa kota tersebut telah sepi. Ia mengadukan hal tersebut kepada Rsi Byasa, dan Rsi Byasa menasihati para Pandawa agar meninggalkan hal-hal duniawi untuk menempuh hidup sebagai “Sanyasin”
(pertapa).
Prasthanikaparwa
Kitab Prasthanikaparwa merupakan kitab ketujuh belas dari seri
Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Pandawa dan Dropadi yang mengundurkan diri dari pemerintahan dan
menjauhkan diri dari kehidupan duniawi untuk menjadi seorang pertapa. Mereka menyerahkan tahta kepada Parikesit, satu-satunya keturunan mereka yang selamat dari
perang Bharatayuddha. Para Pandawa beserta Dropadi berencana
untuk berziarah ke gunung Himalaya sebagai akhir hidup mereka. Dalam perjalanan, Dropadi dan satu persatu
dari Pandawa bersaudara (Sahadewa, Nakula, Arjuna, Bima) meninggal dalam perjalanan. Hanya Yudistira yang masih hidup dan melanjutkan perjalanannya.
Yudistira membiarkan jenazah saudara-saudaranya terkubur di tengah perjalanan
tanpa memberikan upacara pembakaran yang layak. Di tengah jalan, Yudistira
bertemu dengan seekor anjing, dan anjing tersebut kemudian menjadi
teman perjalanannya. Bersama-sama, mereka berdua berhasil mencapai puncak.
Sesampainya di puncak, kereta kencana Dewa Indra pun turun ke bumi untuk menjemput Yudistira ke surga.
Swargarohanaparwa
Kitab Swargarohanaparwa merupakan kitab kedelapan belas dari seri
Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan akhir kisah perjalanan suci yang
dilakukan oleh Pandawa. Kisahnya diawali dengan penolakan Yudistira yang tidak mau berangkat ke surga jika harus meninggalkan anjing yang setia menemani dalam perjalanannya.
Atas ketulusan hati Yudistira, si anjing pun menampakkan wujud aslinya sebagai
Dewa Dharma, ayah Yudistira. Dewa Dharma mengatakan bahwa
Yudistira telah berhasil melewati ujian yang diberikan kepadanya dengan tenang.
Setelah mengetahui yang sebenarnya, Yudistira bersedia berangkat ke surga.
Sesampainya di surga, Yudistira terkejut karena tidak menemukan
saudara-saudaranya yang saleh, melainkan mendapati bahwa Duryodana beserta sekutunya yang jahat ada di sana. Sang Dewa mengatakan bahwa mereka bisa
berada di surga karena gugur di tanah suci Kurukshetra. Yudistira kemudian berangkat ke neraka. Di sana
ia mendengar suara saudara-saudaranya yang menyayat agar mau menemani
penderitaan mereka. Yudistira yang memilih untuk tinggal di neraka bersama
saudara yang saleh daripada tinggal di surga bersama saudara yang jahat membuat
para Dewa tersentuh. Tabir ilusi pun dibuka. Dewa Indra menjelaskan bahwa sebenarnya saudara-saudara Yudistira telah berada di
surga bersama dengan saudaranya yang jahat. Yudistira pun menyadarinya kemudian
hidup berbahagia di surga setelah membuang jasadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar